Dumai-Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT.Pembangunan Dumai sedang menuju kebangkrutan karena mempunyai hutang cukup besar. Hampir lebih satu tahun PT.Pembangunan Dumai yang bergerak dalam bidang Batching Plant tidak melakukan kegiatan operasional karena di kelola tidak profesional.Modal kerja perusahaan minus dan banyak hutang dan yang tersisa hanya modal aset.
Saat ini, Hutang BUMD PT.Pembangunan Dumai ada di Bank Riau Kepri dan menggadaikan BPKP beberapa unit mobil Ready Mix ke perusahaan pembiayaan atau Leasing. Bahkan, informasi yang di peroleh tahun lalu dari seorang mantan pekerja di perusahaan mengatakan bahwa PT.Pembangunan Dumai sedang di usut dan di periksa oleh Institusi Penegak Hukum.
Walikota Dumai Paisal ketika di konfirmasi selasa (11/4/2023), terkait BUMD PT.Pembangunan Dumai sedang di usut oleh Institusi Penegak Hukum dan kenapa tidak di tutup atau di bubarkan karena merugikan daerah menjelaskan, semua sudah di ganti. Pemeriksaan tetap lanjut, kalau kita tutup, sayang aset yang sudah ada dan Direktur yang kita tunjuk sudah melakukan langkah-langkah yang jelas. Salah satunya melelangkan kerjasama untuk Batching Plan dan kemaren sudah teken kontrak. Mudah-mudahan 5 bulan ke depan ada progres karena manajemen yang lama masih ada hutang di Bank Riau dan pihak ketiga, ujar Paisal. Dari penjelasan Walikota Paisal, semua sudah di ganti, apa hanya untuk kalangan Direksi Perusahaan atau ikut juga Komisaris Utama dan Komisaris Perusahaan turut di ganti.Kehancuran BUMD ini, karena tidak di kelola secara Profesional.
Komisaris Utama PT.Pembangunan Dumai yang di jabat oleh Wan Fauzy Effendi selama puluhan tahun seharusnya turut bertanggung jawab atas kehancuran PT.Pembangunan Dumai.Sejak di bentuk dan di dirikan BUMD PT.Pembagunan Dumai, Wan Fauzy Effendi di dalam akta notaris menjabat Komisaris Utama karena saat itu sebagai Sekretaris Daerah (sekda) Kota Dumai. Namun, dalam beberapa perubahan akte notaris dan pergantian Direksi Perusahaan, Wan Fauzy tetap memegang jabatan Komisaris Utama kendati tidak lagi menjabat Sekretaris Daerah karena telah pensiun.Seharusnya, ketika tidak menjabat Sekda Kota Dumai, Wan Fauzy Effendi tidak boleh menjabat lagi sebagai Komisaris Utama di BUMD karena jabatan Komisaris Utama itu melekat pada jabatan Sekda bukan atas nama pribadi.Namun, rapat pemegang saham yang seluruh modal perusahaan dari pemerintah kota Dumai atau dari uang rakyat, tidak tegas untuk mengeluarkan dan mengganti Wan Fauzy Effendi kepada nama lain mungkin dengan pertimbangan mantan Sekda.
Titik kehancuran PT.Pembangunan Dumai di tangan Direktur Utama Benedi Boiman.Selama beberapa tahun mengelola perusahaan, tidak pernah mencapai target setoran untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).Direktur Utama BUMD PT.Pembangunan Dumai Benedi Boiman kepada penulis pernah memberikan klarifikasi pada 5 tahun lalu, terkait berita mengenai kinerja PT.Pembangunan Dumai yang di sorot aktivis anti Korupsi Kota Dumai Ir.M.Hasbi terkait penyertaan Modal Pemerintah Kota Dumai sebesar 28 Miliar dengan setoran ke Pendapatan pada Daerah Kota Dumai tahun 2017 sebesar Rp.232.388.639.-
Benedi Boiman menerangkan, bahwa Modal Belanja PT.Pembangunan Dumai sebesar Rp.23 Miliar, di antaranya untuk aset, untuk pengadaan tanah, pembelian Mesin Batching Plant, Truck pengangkut Ready Mix, sedangkan untuk modal Kerja hanya sekitar Rp.5 Miliar. Sebenarnya waktu rapat di banggar dengan DPRD Kota Dumai, saya tidak setuju perusahaan di tetapkan menyetorkan Rp.5 Miliar ke kas daerah.” Angka itu terlalu besar, bagaimana mungkin dengan modal kerja Rp.5 Miliar mendapatkan keuntungan Rp.5 Miliar”, ungkap Benedi Boiman.
Direktur PT.Pembangunan Dumai yang baru di tunjuk Aditya Romas ketika di konfirmasi tidak memberikan tanggapan.PT.Pembagunan Dumai dengan modal awal melalui penyertaan modal pemerintah daerah kota Dumai mencapai Rp. 28 Miliar dan saat ini hanya punya aset dan minim modal kerja harusnya sangat malu dengan rakyat Dumai karena membuat kesepakatan kontrak dengan pihak BMA. Kontrak itu hanya untuk mendapat fee, sementara yang melakukan kegiatan pekerjaan adalah BMA.
Nilai kontrak 2% untuk pemeliharaan (BMA), 3% pemasukan BUMD per meter kubik sementara 95% nilai operasional Batching Plant keseluruhannya di tanggung BMA. Seandainya, ada dapat dana dari hasil fee yang di berikan oleh BMA, uang tersebut akan habis untuk membayar gaji Direksi, Komisaris dan karyawan admistrasi PT.Pembangunan Dumai.Belum lagi, bagaimana cara membayar Hutang.
Seharusnya, Walikota Paisal membubarkan Direksi dan Komisaris PT.Pembangunan Dumai dan menyerahkan secara bulat pengelolaan Batching Plant ke Perusahaan lain. Pemko Dumai yang langsung membuat MOU atau kontrak dengan pihak perusahaan lain dan pemberian fee dari perusahaan yang mengelola masuk langsung ke kas daerah.Walikota Paisal jangan terlalu banyak berharap kepada Aditya Romas bisa membawa maju PT.Pembangunan Dumai ke arah yang lebih baik karena track record Aditya Romas ini tidak di ketahui. (rh)